Mblusuk Wirasaba
Wirasaba Sebelum Terlambat
Rabu 28 Desember 2011
Sesuai dengan pengumuman yang telah disebarkan melalui email, Blog, Facebook dan SMS hari ini teman-teman dari 3 komunitas berbeda yaitu Banjoemas History Heritage Community BHHC, komunitas fotografi Lensa manual reg. Purwokerto dan komunitas pecinta kereta dari DAOP V SPOORLIMO dan follower www.banjoemas.com sebanyak sebelas orang berkumpul di GOR Satria Purwokerto untuk bersama berwisata sejarah bertajuk "Wirasaba Sebelum Terlambat".
Tepat jam 7.30 kita menuju 3 Km ke arah timur kota Purwokerto, Stasiun Sokaraja adalah lokasi pertama blusukan kita dimana dulu SDS membangun Stasiun ini pada tahun 1896 dan meresmikannya pada 05 Desember 1896. Bangunan Stasiun yang berupa Peron dan Gudang masih utuh hanya sekarang beralih fungsi sebagai Gedung PWRI Persatuan Wredatama Republik Indonesia dan juga bangunan menara air masih ada. Namun rangkaian rel yang membentuk stasiun dan membagi rel ke arah pabrik Gula kalibagor dan Pabrik Tepung Tapioka sudah hilang entah kemana. Setelah team berputar-putar mencari jejak stasiun akhirnya team melanjutkan perjalanan dengan menyusuri rel yang terbentang antara Stasiun Sokaraja sampai Stasiun Banjarsari.
Di tengah perjalanan kita menemui bekas persilangan rel SDS dengan rel lori Pabrik Gula Kalibagor di desa Karangsawah dan sedikit mendokumentasikan bekas jembatan lori yang tinggal pondasinya saja. Di Stasiun Banjarsari kita tidak bisa masuk ke dalam lokasi bangunan karena sepertinya bangunan stasiun telah menjadi hak milik perorangan. Jadi kita hanya mendokumentasikan lokasi diluar bangunan utama. Stasiun Banjarsari dahulu adalah stasiun percabangan ke arah Purbalingga dan ke arah Klampok - Banjarnegara dan Wonosobo.
Team akhirnya meneruskan perjalanan dengan menyusuri bekas rel yang kearah Klampok setelah tidak sma sekali menemukan bekas-bekas lain di Banjarsari. Banjarsari klampok adalah track lurus sehingga memudahkan team untuk menyusurinya. Beberapa lokasi bekas rel berubah menjadi jalan kampuny yang beraspal namun sebagian besar jalur masih berupa tanah, masih terdapat jembatan SDS yang asli namun beberapa sudah berubah menjadi jembatan cor.
Di Daerah Sumilir kalialang Team menemukan bangunan semacam halte yang setelah di cek dengan peta Belanda yang kami punya ternyata memang dahulunya bekas halte Muntang. Dari sini hanya berjarak sekitar 100m ke arah timur kita menemukan sebuah Jembatan yang lumayan tinggi namun lebih menakjubkan lagi 50 m ketimur lagi sebuah jembatan dengan kerangka besi panjang dan megah menjulang tinggi masih sangat kokoh melintas diatas sungai Klawing. Inilah kejutan untuk kita semua yang baru melintasi jalur ini, terutama teman kita dari komunitas Spoorlimo dan Lensa Manual Purwokerto dan beberapa follower. Berhenti agak lama di sini sambil beristirahat di atas jembatan.
Perjalanan kami lanjutkan kembali setelah puas mengambil gambar dan beristirahat, track masih lurus dan kanan kiri juga masih berupa kebun, sawah dan ilalang sampai di desa Karang Kemiri yang dimana dulunya juga terdapat halte Karangkemiri.
Dari sana Team melanjutkan perjalanan ke Sebuah Pendopo Tirtasentana di desa Kembangan dimana BHHC diundang untuk mendokumentasikan situs Keluarga besarnya dan situs-situs yang lain di Wirasaba. Di Pendopo Tirtasentana sedang di adakan kumpulan trah Tirtasentana seluruh Indonesia. Disana kita disambut oleh Mbah Tomo yang merupakan penghubung BHHC dengan Keluarga Tirtasentana dan Djajadi Wangsa di Wirasaba. Oleh mbah Tomo kita seluruh team di ajak berkeliling ke lingkungan Pendopo yang masih asli itu. Dan Puas melihat pendopo kitapun meluncur ke Pemakaman di desa Kembangan yang merupakan pemakaman umum dimana banyak keluarga Tirtasentana dimakamkan.
Selanjutnya Mbah Tomo mengajak ke desa Pekiringan dimana adipati Warga Hutama I dimakamkan. Adipati Warga Hutama I adalah adipati yang meninggal terbunuh di dusun Bener karena kesalahpahaman penguasa Pajang. Dari adipati inilah yang menurunkan 4 pantangan yang sangat terkenal itu;
- Jangan makan Pindang Angsa
- Jangan tinggal di rumah dengan atap Bale Malang
- Jangan memelihara kuda Dawuk Bang (Abu kemerahan)
- Jangan bepergian di Sabtu Pahing
Dari Pekiringan team menyebrang lewat jembatan bekas jalur SDS yang melintas diatas sungai Serayu. Setelah menyebrangi jembatan jalur bertemu dengan jalan kampung, dan team pun berhenti disana. Mbah Tomo menceritakan bahwa dahulu Djajadi Wangsa mengusulkan ke Maskapai SDS untuk membuat jalur khusus bongkar muat hasil pertanian dan perkebunan miliknya. Dan dari sinipun mbah Tomo memperlihatkan dermaga kecil di tepi sungai Serayu di belakang pendopo Djajadi Wangsa. Dermaga ini adalah sarana transportasi untuk mendistribusikan Hasil perkebunan dan pertaniannya ke pelabuhan Cilacap sebelum dibangunnya jalur rel SDS di desa Wirasaba.
Kemudian pendopo Djajadi Wangsa adalah tujuan selanjutnya, kita semua masuk dan melihat kedalam pendopo yang masih sangat orisinil dan terawat. Tuan rumah yang merupakan ahli waris pendopo Djajadi Wangsa menerima kami semua dengan ramah, namun kita tidak bisa berlama-lama di sana karena jam sudah menunjukan jam 12 siang.
Masih ada dua tujuan lagi yang harus kita kunjungi yaitu Pemakaman keluarga besar Djajadi Wangsa di tepi Lanud Wirasaba. Cukup lama kita disana karena mbah Tomo menceritakan dengan detail siapa saja yang di makamkan disana hingga akhirnya sampai juga di tujuan terakhir perjalanan kita yaitu pemakaman orangtua Djajadi Wangsa di lereng sebelah selatan desa Kembangan.
Perjalanan wisata sejarah yang mengesankan bersama teman teman BHHC, Lensa Manual Purwokerto dan Spoorlimo, kitapun mengakhirinya di pendopo Tirtasentana, dimana kita disuguhi makanan tradisional macam Cimplung dan wedang dawegan. Selanjutnya kita berpamitan
Rabu 28 Desember 2011
Wirasaba seperti yang kita ketahui adalah awal dari 4 kabupaten di karesidenan Banyumas, sebagai desa kuno tentunya desa ini memiliki banyak sekali cerita dan peninggalan sejarah yang tak ternilai harganya. 28 Desember 2011 adalah momen yang tepat untuk melihat lebih dekat mempelajari dan mendokumentasikan sisa-sisa peninggalan agar masyarakat luas tau apa yang ada disana dan seperti Wirasaba itu ...
Sesuai dengan pengumuman yang telah disebarkan melalui email, Blog, Facebook dan SMS hari ini teman-teman dari 3 komunitas berbeda yaitu Banjoemas History Heritage Community BHHC, komunitas fotografi Lensa manual reg. Purwokerto dan komunitas pecinta kereta dari DAOP V SPOORLIMO dan follower www.banjoemas.com sebanyak sebelas orang berkumpul di GOR Satria Purwokerto untuk bersama berwisata sejarah bertajuk "Wirasaba Sebelum Terlambat".
Tepat jam 7.30 kita menuju 3 Km ke arah timur kota Purwokerto, Stasiun Sokaraja adalah lokasi pertama blusukan kita dimana dulu SDS membangun Stasiun ini pada tahun 1896 dan meresmikannya pada 05 Desember 1896. Bangunan Stasiun yang berupa Peron dan Gudang masih utuh hanya sekarang beralih fungsi sebagai Gedung PWRI Persatuan Wredatama Republik Indonesia dan juga bangunan menara air masih ada. Namun rangkaian rel yang membentuk stasiun dan membagi rel ke arah pabrik Gula kalibagor dan Pabrik Tepung Tapioka sudah hilang entah kemana. Setelah team berputar-putar mencari jejak stasiun akhirnya team melanjutkan perjalanan dengan menyusuri rel yang terbentang antara Stasiun Sokaraja sampai Stasiun Banjarsari.
Di tengah perjalanan kita menemui bekas persilangan rel SDS dengan rel lori Pabrik Gula Kalibagor di desa Karangsawah dan sedikit mendokumentasikan bekas jembatan lori yang tinggal pondasinya saja. Di Stasiun Banjarsari kita tidak bisa masuk ke dalam lokasi bangunan karena sepertinya bangunan stasiun telah menjadi hak milik perorangan. Jadi kita hanya mendokumentasikan lokasi diluar bangunan utama. Stasiun Banjarsari dahulu adalah stasiun percabangan ke arah Purbalingga dan ke arah Klampok - Banjarnegara dan Wonosobo.
Team akhirnya meneruskan perjalanan dengan menyusuri bekas rel yang kearah Klampok setelah tidak sma sekali menemukan bekas-bekas lain di Banjarsari. Banjarsari klampok adalah track lurus sehingga memudahkan team untuk menyusurinya. Beberapa lokasi bekas rel berubah menjadi jalan kampuny yang beraspal namun sebagian besar jalur masih berupa tanah, masih terdapat jembatan SDS yang asli namun beberapa sudah berubah menjadi jembatan cor.

Team sedang menyusuri jalur mati SDS

Team meniti bekas jembatan SDS

Jembatan bekas jalur SDS di atas sungai Klawing masih kokoh berdiri
Di Daerah Sumilir kalialang Team menemukan bangunan semacam halte yang setelah di cek dengan peta Belanda yang kami punya ternyata memang dahulunya bekas halte Muntang. Dari sini hanya berjarak sekitar 100m ke arah timur kita menemukan sebuah Jembatan yang lumayan tinggi namun lebih menakjubkan lagi 50 m ketimur lagi sebuah jembatan dengan kerangka besi panjang dan megah menjulang tinggi masih sangat kokoh melintas diatas sungai Klawing. Inilah kejutan untuk kita semua yang baru melintasi jalur ini, terutama teman kita dari komunitas Spoorlimo dan Lensa Manual Purwokerto dan beberapa follower. Berhenti agak lama di sini sambil beristirahat di atas jembatan.
Perjalanan kami lanjutkan kembali setelah puas mengambil gambar dan beristirahat, track masih lurus dan kanan kiri juga masih berupa kebun, sawah dan ilalang sampai di desa Karang Kemiri yang dimana dulunya juga terdapat halte Karangkemiri.

Pendopo Tirtasentana di desa Kembangan

Makam Ki Tirtasentana dan istrinya
Dari sana Team melanjutkan perjalanan ke Sebuah Pendopo Tirtasentana di desa Kembangan dimana BHHC diundang untuk mendokumentasikan situs Keluarga besarnya dan situs-situs yang lain di Wirasaba. Di Pendopo Tirtasentana sedang di adakan kumpulan trah Tirtasentana seluruh Indonesia. Disana kita disambut oleh Mbah Tomo yang merupakan penghubung BHHC dengan Keluarga Tirtasentana dan Djajadi Wangsa di Wirasaba. Oleh mbah Tomo kita seluruh team di ajak berkeliling ke lingkungan Pendopo yang masih asli itu. Dan Puas melihat pendopo kitapun meluncur ke Pemakaman di desa Kembangan yang merupakan pemakaman umum dimana banyak keluarga Tirtasentana dimakamkan.

4 wewelar atau pantangan yang terkenal itu

Cungkub makam Adipati Wargohutomo I
Selanjutnya Mbah Tomo mengajak ke desa Pekiringan dimana adipati Warga Hutama I dimakamkan. Adipati Warga Hutama I adalah adipati yang meninggal terbunuh di dusun Bener karena kesalahpahaman penguasa Pajang. Dari adipati inilah yang menurunkan 4 pantangan yang sangat terkenal itu;
- Jangan makan Pindang Angsa
- Jangan tinggal di rumah dengan atap Bale Malang
- Jangan memelihara kuda Dawuk Bang (Abu kemerahan)
- Jangan bepergian di Sabtu Pahing
Dari Pekiringan team menyebrang lewat jembatan bekas jalur SDS yang melintas diatas sungai Serayu. Setelah menyebrangi jembatan jalur bertemu dengan jalan kampung, dan team pun berhenti disana. Mbah Tomo menceritakan bahwa dahulu Djajadi Wangsa mengusulkan ke Maskapai SDS untuk membuat jalur khusus bongkar muat hasil pertanian dan perkebunan miliknya. Dan dari sinipun mbah Tomo memperlihatkan dermaga kecil di tepi sungai Serayu di belakang pendopo Djajadi Wangsa. Dermaga ini adalah sarana transportasi untuk mendistribusikan Hasil perkebunan dan pertaniannya ke pelabuhan Cilacap sebelum dibangunnya jalur rel SDS di desa Wirasaba.

Dermaga yang dahulu di gunakan untuk mengangkut hasil bumi milik Djajadi Wangsa

Cungkub makam Ki Djajadi Wangsa
Kemudian pendopo Djajadi Wangsa adalah tujuan selanjutnya, kita semua masuk dan melihat kedalam pendopo yang masih sangat orisinil dan terawat. Tuan rumah yang merupakan ahli waris pendopo Djajadi Wangsa menerima kami semua dengan ramah, namun kita tidak bisa berlama-lama di sana karena jam sudah menunjukan jam 12 siang.
Masih ada dua tujuan lagi yang harus kita kunjungi yaitu Pemakaman keluarga besar Djajadi Wangsa di tepi Lanud Wirasaba. Cukup lama kita disana karena mbah Tomo menceritakan dengan detail siapa saja yang di makamkan disana hingga akhirnya sampai juga di tujuan terakhir perjalanan kita yaitu pemakaman orangtua Djajadi Wangsa di lereng sebelah selatan desa Kembangan.
Perjalanan wisata sejarah yang mengesankan bersama teman teman BHHC, Lensa Manual Purwokerto dan Spoorlimo, kitapun mengakhirinya di pendopo Tirtasentana, dimana kita disuguhi makanan tradisional macam Cimplung dan wedang dawegan. Selanjutnya kita berpamitan
Kami berharap jalur rel mati dapat di hidupkan kembali sebagai alat trasportasi masal atau wisata, dan lintas rel mati ini bisa berpotensi menjadi obyek wisata baru, yaitu wisata tracking.
Terimakasih www.banjoemas.com, komunitas BHHC, Komunitas Lensa manual dan Komunitas Spoorlimo dan dari keluarga Wirasaba mbak Estining 'Engky' , Pak Tomo , Pak Suyono dan keluarga besarnya ... dan semua pihak yang telah membantu melancarkan acara WIRASABA SEBELUM TERLAMBAT 28 Desember 2011.
Mblusuk Stasiun Wonosobo
Ini bukan Blusukan berencana, hanya mampir buat sekedar mendokumentasikan sudut-sudut stasiun Wonosobo. Karena satu mobil hanya saya sendiri yang turun dan sedikit mblusuk.Sabtu 19 November 2011, mumpung pake mobil setir sendiri, dan yang ngikut temen-temen sendiri jadi aku sempet-sempetin mampir ke Stasiun Wonosobo dalam perjalanan ke Salatiga. Sebenernya sepanjang Klampok - Wonosobo saya udah nggak konsen ngelihat ke kanan dan ke kiri untuk nemuin artefak SDS dan bangunan kuno. Ku hanya pasrah sama cuaca yang mendung dan Istriku yang pegang kamera buat dokumentasikan artefak-artefak SDS, yang saya yakin nggak bakalan dapet maksimal, secara nyopirnya juga agak ugal-ugalan (kejar waktu).
Hanya bekal ingat-ingat penyusuran via Google Earth, dan dulu sering juga melintasi jalur ini. Saya masih inget betul dimana rel yang deketan sama jalan raya, mana perlintasan, jembatan, dan mana lagi ya .... hehehe banyak yang berubah setelah sekian lama tidak melewatinya.
Singkat cerita ku dah muter-muter akhirnya nemu juga yang namanya Setasiun kereta Wonosobo. Pertama yang ku temuin adalah bangunan gudang yang berada di Terminal Bus "Dieng", sebenernya ku agak bingung disini karena keadaan bangunan dengan foto yang ku lihat di bantons.wordpress.com agak sedikit berbeda. Sambil jeprat-jepret bangunan-angunan di sana ku sedikit menyusuri gang ke arah timur. dan akhirnya ku temukan juga sebuah bangunan yang mirip sekali dengan bangunan yang di foto oleh mas Banton di bantons.wordpress.com. Masih ada Wessel dan kantor loket yang sekarang masih aktif sebagai kantor persewaan asset PT. KAI. Disana saya bertemu dengan pak Sudiono sebagai petugas pelayanan dan Kepala setasiun. Sebuah bagan rel dan wessel sempat saya repro.

Tampak depan gudang besar

Tampak belakang gudang besar dan con block bekas jalur utama rel kereta

Tampak belakang gudang besar

Perumahan pegawai PT. KAI yang sekarang di sewakan untuk umum juga

Con Block Gang yang duluya adalah jalur utama rel dan besi bantalan percabangan

Tampak belakang dan wesel

Tampak belakang ada gudang kecil, ruang Kepala Stasiun (loket) dan Wesel


Tampak Depan, inset nomer aset PT. KAI

Bentuk loket dari luar dan dalam

Pak Sudiono sedang melayani sewa-menyewa lahan PT. KAI

Bagan rel stasiun Wonosobo (klik +)

Peta Kota Wonosobo dan arah jalan ke Stasiun (klik +)
Terimakasih buat pak Sudiono, Agung Gaung dan Istri, Kunts Animator, Istriku + anakku.
Mblusuk Rumah Tua Keluarga Kho
Perjalanan pencarian beberapa marga
di kota Banyumas dan Sokaraja untuk sebuah proyek silsilah membawaku ke
sebuah rumah keturunan keluarga Kho di sekitar pertigaan Klenteng.
Pemilik rumah dengan ramah menerima saya dan mempersilahkan untuk
memasuki lingkungan Rumah utama keluarga Kho yang sudah tidak di
tinggali, dan hanya di gunakan untuk tempat sarang burung lawet saja.
Seorang penjaga gedung mengantar saya dan mas Wawan ke dalam gedung,
meski tidak begitu paham seperti apa fungsi rumah tersebut dahulunya.
Pada bangunan yang saya
kunjungi ini terdiri dari 3 bangunan, dua bangunan berarsitektur
Indisch dan satu di tengah ber arsitektur Tionghoa. Arsitektur Tionghoa
milik keluarga Kho ini sangat khas sebagai arsitektur Campuran antara
Arsitektur Cina dan Jawa. Ini di perlihatkan adanya Pendopo di bagian
tengah dimana terdapat Soko Guru atau empat pilar utama. Walaupun Dr Pratiwo M Arch, seorang peneliti
arsitektur Tionghoa mengatakan bahwa arsitektur Tionghoa di Indonesia
bukan merupakan arsitektur asli Tiongkok, karena menurut beliau
arsitektur Tionghoa yang berada di Jawa tidak di ketemukan di sana.
Namun menurutku tetap adanya unsur-unsur Tionghoa yang khas seperti
bentuk atap, dinding, skat pemisah, countyard, ukiran dan beberapa
elemen kayu yang tersusun seperti di Kelenteng.
Pada
bangunan yang bergaya Indisch berada di samping kanan dan kiri. Pada
bangunan sebelah kanan jenis bangunan dan beberapa peralatan yang
menunjukan kalau dahulu merupakan dapur dan ruangan untuk pembantu.
sedangkan pada bangunan sebelah kiri terdapat ruangan yang besar dan
tinggi, kalau saya melihat ini semacam bangunan kantor.
Simulasi tiga dimensi (download) sudah saya siapkan dan bisa dilihat di Google Earth (download) , dengan terlebih dahulu mendowloadnya.
Simulasi tiga dimensi (download) sudah saya siapkan dan bisa dilihat di Google Earth (download) , dengan terlebih dahulu mendowloadnya.

Tampakan gedung secara keseluruhan

Bagian depan bangunan berarsitektur bergaya Indisch

Bagian arsitektur bergaya Tionghoa


Detail Ukiran gaya Tionghoa dan Emboss

Bagian arsitektur bergaya Belanda mengapit rumah bergaya Oriental

Bagian pintu dan jendela bangunan barsitektur Tionghoa

Pintu ruangan di dalam bangunan Tionghoa

Interior bergaya Tionghoa

Beberapa foto yang kemungkinan adalah Kho Lie

Countyard di tengah rumah

Selasar bangunan bergaya Indisch

Selasar dan atap bangunan bergaya Indisch

Selasar dan pilar bangunan belakang

Lantai satu bangunan belakang
Beberapa tulisan di ambil dariwww.antaranews.com
Artikel ini juga bisa di baca di www.banjoemas.com
Keluarga Kho sangat
terkenal karena merupakan saudagar kaya pada masa kolonial, dan salah
satu keluarganya merupakan Letnan Tionghoa bernama yaitu Letnan
Tionghoa Kho Han Tiong atau ketua etnis Tionghoa di Sokaraja pada
masa itu. Keturunan keluarga Kho yang terkenal adalah Kho Sin Kie
dimana dia merupakan atlet tenis muda pertama dari Sokaraja yang
mendunia. Hho Sin Kie merupakan lulusan THHT (Sekolah Tionghoa di
Sokaraja)
Terimakasih kepada keluarga Kho,
keluarga Go, ibu Leny, penjaga Gedung, mas Wawan dan Koh Senu (keluarga
Bhe). Terimakasih juga buat Pak Alfian dari purwokertoantik.com
Beberapa tulisan di ambil dariwww.antaranews.com
Mblusuk Jalur SDS Purwokerto - Patikraja
Hari ini Sabtu 4 Juni 2011 sesuai
yang sudah di jadwalkan sebelumnya melalui Facebook banjoemas.com.
Penelusuran ini adalah yang pertama kali di lakukan bersama dengan
follower blog banjoemas.com, Railfans dan pecinta fotografi Lensa
Manual reg. Banyumas (LM).

Peta Google Earth Pasirmuncng Wetan

Lokasi persimpangan yang di buat setelah SS (Staats Spoorwegen) pada tahun 1915
Jalur telepon pun kelihatannya mengikuti jalur SDS
Jalur telepon pun kelihatannya mengikuti jalur SDS
Perjalanan
dimulai pada 08.15 setelah terkumpul 6 orang (Saya, Arif, Rizky,
Hilmy dan Dodo, Wisnu (LM). Lokasi pertama dari percabangan SS dan SDS
di Pasirmuncang Timur, menurut Amstari yang tinggal di samping
rel letaknya berada di 150 m ketimur dari Perlintasan kereta dari
Stasiun Purwokerto Timur ke Stasiun Besar Purwokerto. Rel sepertinya
berada di antara gang Konvoi Barat dan gang selatannya, ini jika
ditarik garis lurus dari persimpangan rel ke Gang Margabakti.dan ini
dibenarkan oleh seorang warga Robertus Joko Prayanto yang kita temui di lokasi Penelusuran. Dua rumah yang kita tengarai dulunya sebagai rel pun merupakan aset milik PT.KAI.

Peta Google Earth Pasirmuncang Wetan

Gang Margabakti
Perjalanan
dilanjutkan ke gang Margabakti yang dipastikan dulunya adalah jalur
SDS dari Maos ke Purwokerto. Sampai di pertigaan mentok, terdapat gang
tapi posisinya lebih tinggi dari gang Margabakti. Dari sini kita tidak
yakin bahwa gang merupakan bekas jalur rel. Sepanjang jalan yang kita
lalui bahkan adalah tanggul selokan, hingga kita menjumpai sebuah
kuburan di sebelah STM. Disana kita bertemu dengan seorang bapak yang
mengatakan bahwa jalur rel berada di bawah selokan yang tadi dilalui
oleh rombongan. Jadi kalo di tarik dengan garis memang benar bahwa
kemungkinan rel adalah di bawah selokan.

Peta Google Earth Tanjung

Team gabungan Lensa Manual, Railfans dan Follower

Bekas jalur rel ternyata berada di bawah selokan

Mendapatkan informasi tambahan di lokasi

Team gabungan menyusur sepanjang selokan yang berada diatas bekas jalur SDS
Dari
sana medan perjalanan semakin basah dan sulit, sementara kita terus
saja terheran-heran dengan track yang kita lalui karena jalan yang di
tunjuk oleh bapak di kuburan sama dengan yang sebelumnya, sedangkan
tanah di bawahnya (sekitar 2 - 5 meter) terdapat tanah yang luasnya
sekitar 3 sampai 5 meter yang sudah berubah menjadi kolam dan kebun yang
berada di sepanjang selokan yang kita lalui. Sesampainya di sebuah
perkampungan kita mencari narasumber yang bisa menjelaskan keberadaan
bekas rel SDS itu. Kita bertemu dengan bapak Mardi, dan membawa
kita tepat di pinggir kampung. Disana dia menjelaskan bahwa tanah yang
di bawah parit itulah yang dulunya merupakan jalur kereta SDS. maka
terjawab sudah keraguan kita.

Peta Google Earth Tanjung (jembatan)

Team mencocokan Peta Belanda + Peta Google Earth + GPS

Pak Mardi menunjukan dimana letak rel SDS dulu berada
Jam sepuluh kurang 3 menit kita
menyeberang jalan lewat saluran air di atas jalan Veteran yang konon di
gali pada tahun 1950han. Melintasi saluran air adalah tantangan
tersendiri, dimana ketinggian sekitar 10 meteran diatas jalan raya.

Team melewati saluran air diatas jalan Veteran

Team melewati saluran air diatas jalan Veteran

Team melewati saluran air diatas jalan Veteran
Perjalanan setelahnya berjalan dengan
penuh kepastian, bahwa bekas jalur rel berada di bawah selokan yang
sedang kita lalui, walaupun kondisi bekas jalur rel sudah berubah
menjadi semak belukar, kolam dan kebun. Hingga perkampungan di
Kedungwringin, bekas rel semakin terlihat lebih jelas, dan bahkan
terdapat sebuah bangunan semacam terowongan yang mungkin berfungsi
sebagai saluran air melintas diatas jalur SDS.

Peta Google Earth Perumahan Kedungwringin

Bekas jalur rel berubah menjadi semak belukar dan kolam warga

Sebuah terowongan yang diatasnya di jadikan jembatan warga
Dari
sana medan yang kami lalui turun sejajar dengan jalur rel SDS, jalur
ini memang landai. Pada peta lama yang Belanda buat terlihat disini
terdapat jalur ganda. Tapi bekasnya tidak terlihat sama sekali karena
adanya bangunan baru perumahan di Kedungwringin ini. Bahkan lokasi
tempat kita beristirahat di Masjid Dhuefulloh Al Mutoiri letaknya tepat diatas cekungan bekas Jalur rel SDS.

Peta Google Earth Peta Karanggude
Setelah cukup perjalanan dilanjutkan,
dari Masjid bekas jalur terlihat sangat jelas di samping jalan di
perumahan, beberapa sudah didirikan bangunan, di pertigaan sebelah
selatan jalur berubah menjadi jalan kampung hingga Karanggude. Masuk di
perkampungan Karanggude jalur terpotong oleh rumah-rumah permanen.
Sehingga kita harus bertanya kesana kemari untuk memastikan dimana
letak rel sebenarnya. Disana kita bertemu dengan seorang bapak yang
anaknya masih teman dari mas Arif dan Rizky. Bapak itu menjelaskan
bahwa jalur berada di samping pekarangan rumahnya, dan hanya sedikit
yang mengenai pekaranganya. Dulu lokasi ini adalah pereng (lembah) tapi
setelah banyaknya penduduk, tanah berubah menjadi datar.

Jalur membatasi tanah kuburan dengan perumahan

Ibu Rasitem memberikan kesaksian dan informasi tentang dibongkarnya rel SDS
Team kembali masuk ke jalur yang
berada di samping kuburan Karanggude, setelah melewati pekuburan kita
bertemu dengan seorang ibu bernama Rasitem (75 tahun), beliau
menceritakan bahwa rel dulunya berada di bawah pondasi rumahnya (bukan
di gang) dan pada jaman setelah Jepang rel dibongkar dan ditumpuk oleh
orang-orang Indonesia. " Pak Lurah, Pak Bau pokoke pejabat dusun sing ngertos nggenopo rile, kulo tiang alit dados mboten wani takon-takon"
( Pak Lurah, Pak Bau dan pejabat desa yang tau mengapa dan untuk apa
rel di lepas, saya orang kecil jadi tidak berani bertanya). Lalu jalur
rel SDS sebelah mana yang di bongkar oleh Jepang?
Sudah setengah 12 saya harus ke
kantor (bekas) dan yang lainnyapun sudah kelelahan, maka penelusuran
gabungan ini di hentikan dan kita semua pulang ke Purwokerto ...
Terimakasih buat team gabungan; Lensa Manual Regional Purwokerto(Foto-fotonya ditunggu), Railfans dan Follower www.banjoemas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar